Perpustakaan dan Arsip UGM menggelar talkshow “Menjawab Tantangan Energi: Membangun Bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT) Tanpa Modal dari Kampus” pada Rabu, 27 November 2025, di Ruang Seminar. Kegiatan ini menjadi ruang dialog bagi mahasiswa dan publik untuk membahas inovasi energi bersih serta peluang bisnisnya di masa depan.
Acara dibuka dengan sambutan Kepala Perpustakaan dan Arsip UGM, Arif Surachman, SIP., MBA., yang menekankan pentingnya literasi energi dan peran kampus dalam melahirkan inovasi. “Perguruan tinggi adalah rumah bagi ide-ide besar. Energi terbarukan perlu ditopang oleh riset dan kreativitas,” ujarnya. Pembukaan tersebut menjadi penanda bahwa diskursus energi terbarukan kini telah masuk ke ranah yang lebih aplikatif, tidak hanya terbatas pada teori, tetapi juga peluang usaha dan hilirisasi inovasi. Hal ini sejalan dengan komitmen UGM untuk mendukung agenda pembangunan berkelanjutan, khususnya SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dan SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur).
Pendiri Gepo Energy, Maulana Istar, S.T., memaparkan pengembangan Genting Photovoltaic, panel surya berbentuk genting berteknologi self-cleaning dan IoT. “Kami ingin teknologi yang sederhana, estetik, dan berdampak nyata pada pengurangan emisi,” katanya.
Produk ini telah diterapkan di Dusun Tamanan dan Desa Pitu, menghasilkan penurunan emisi dari ratusan kilogram hingga beberapa ton CO₂ per tahun. Inovasi tersebut selaras dengan SDG 7 dan SDG 13. Maulana menegaskan peluang besar industri panel surya lokal. “Tantangannya berat, tetapi peluangnya jauh lebih besar jika riset dan kolaborasi terus diperkuat,” tegasnya.
Gepo Energy yang resmi berdiri sebagai PT Gepo Energy Nusantara pada November 2023, merupakan startup yang fokus menghadirkan solusi energi terbarukan yang mudah diakses. Selain produk genteng surya, perusahaan ini juga menyediakan layanan PLTS, termasuk conventional PV, bifacial PV, dan rooftile PV. Gepo terus memperkuat riset dan pengembangan untuk meningkatkan efisiensi, menekankan biaya produksi, dan mengoptimalkan daya tahan produk.
Pembicara kedua, Ahmad Agus Setiawan, Ph.D., menunjukkan bagaimana mahasiswa dapat memulai bisnis EBT melalui riset kampus, inkubasi bisnis, dan hibah. “Banyak teknologi lahir dari skripsi dan penelitian laboratorium,” ujarnya. Ia memaparkan proyek energi desa, microgrid, dan pompa air tenaga surya yang melibatkan mahasiswa. Kontribusi yang sejalan dengan SDG 4 dan SDG 9.
Pada sesi diskusi, mahasiswa mengangkat isu tantangan modal usaha, strategi komunikasi dengan masyarakat akar rumput, hingga pemanfaatan kecerdasan buatan dalam penelitian kampus. Maulana menjawab dengan menekankan pentingnya pendekatan komunitas serta edukasi dalam proyek EBT. Ia juga memastikan bahwa produk Genting Photovoltaic telah dirancang dengan umur pakai yang panjang dan perawatan yang sederhana. “Kami merancang genteng surya agar relevan bagi masyarakat dengan berbagai kondisi, termasuk wilayah yang minim teknisi,” jelasnya. Diskusi ini semakin menegaskan bahwa EBT bukan hanya persoalan teknologi yang kompleks, tetapi juga tentang pendekatan sosial, keberlanjutan, dan adaptasi terhadap kebutuhan masyarakat.
Talkshow yang dipandu Faza Honny Parikesit ini menegaskan peran kampus sebagai motor transisi energi. Dari laboratorium hingga desa terpencil, dari riset dasar hingga penerapan produk energi surya, kolaborasi peneliti, inovator muda, dan masyarakat dinilai menjadi kunci menuju Indonesia energi bersih pada 2030.
Kontributor: Erma Eviana