Arsip:

bedah buku

Tuliskan yang Kita Tahu, maka Jadilah Sebuah Buku

Pustakawan Universitas Gadjah Mada, Purwani Istiana, hari ini berkesempatan berbagi pengalaman terkait Buku karyanya bertajuk "Layanan Perpustakaan" yang terbit di akhir tahun 2014 di Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulisan buku yang dirintis sejak tahun 2007 tersebut bertebal 93 halaman dengan isi mengulas praktek Layanan Perpustakaan yang di Indonesia dalam 5 (lima) bab yaitu pendahuluan (tugas, tujuan, hakikat & azas layanan, serta system layanan), jenis layanan pengguna, pengembangan layanan teknis berbasi TIK, profesionalisme dalam layanan, dan Evaluasi kualitas layanan. Topik Layanan Perpustakaan bukanlah hal baru, namun Purwani meyakini bahwa ketika itu dimaknai dan dituliskan oleh orang yang berbeda, maka akan berbeda pula hasilnya.

bedah buku di UMY

Hal yang sama diungkapkan oleh Bapak Lasa HS, M.Si, Kepala Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang mengkritisi buku karya ke-3 dari penulis ini. Beliau melihat keunggulan buku ini dalam menyajikan berbagai jenis layanan selama ini belum disebutkan secara spesifik pada buku-buku layanan pendahulunya, yaitu layanan pendidikan, pelatihan dan penulisan, serta layanan learning commons. Kedua layanan tersebut telah dipraktekkan dalam praktek layanan perpustakaan, namun jarang dijadikan sebagai karakteristik dari sebuah perpustakaan. Hanya saja lebih lanjut, penulis buku-buku Perpustakaan dan Islam ini menyarankan untuk dapat memberikan tambahan layanan story telling, layanan literasi informasi, layanan repository, dan layanan pemustaka khusus, serta layanan terjemahan. Layanan Pemustaka Khusus yang dimaksud adalah layanan yang diberikan kepada pemustaka berkebutuhan khusus seperti layanan difabel, panti jompo, rumah tahanan, Buku paket SD, dan corner-corner.

Apresiasi datang dari peserta yang hadir dalam acara ini, yaitu pustakawan dan staf perpustakaan dari perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi swasta, sekolah menengah pertama, dan mahasiswa S2 MIP UGM, serta mahasiswa S2 UIN Sunan Kalijaga. Pujian dan ucapan selamat diberikan karena kehadiran buku ini memperkaya khasanah buku Perpustakaan di Indonesia. Di samping itu, untuk perbaikan buku ini, ada beberapa lontaran pertanyaan kritis seputar penggunaan bahasa popular, konsisten penggunaan kata pemustaka dan pengguna, self-plagiarism, dan strategi meyakinkan penerbit.

Penulis dan pembedah dalam hal ini memiliki keyakinan yang sama bahwa penerbit membutuhkan tulisan tentang Perpustakaan yang masih minim jumlahnya. Akan tetapi untuk merebut hati penerbit, para penulis pemula perlu memperhatikan beberapa hal yaitu tawarkan topik yang menarik meski bukan dari penulis terkenal, penggunaan bahasa yang mudah dipahami oleh redaksi, perhatikan sistematika, referensi yang cukup banyak, dan tidak menuliskan yang mengandung SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

Bedah Buku “Krisis dan Paradoks Film Indonesia”

Bedah Buku "Krisis dan Paradoks Film Indonesia"

Kerjasama Pustakawan UGM dan Rumah Sinema Yogyakarta

Hari, Tanggal: Jumat, 23 Mei 2014
Waktu: 09.30 – 11.30 WIB
Tempat: Ruang Seminar Perpustakaan UGM
Pembicara: Penulis

  1. Dyna Herlina (Alumni Ilmu Komunikasi UGM)
  2. Garin Nugroho (Sutradara Film) *dalam konfirmasi
Pembedah: Citra Dewi (Dosen ISI Surakarta)
Moderator: Agung Prabandono (Wartawan KR dan penikmat film)

Pendaftaran:
Bety (085743566568)
Martina Uki (081328791056)

Gratis! Peserta terbatas

Poster bedah buku Krisis dan Paradoks Film Indonesia

Kontributor: Cahya

Bedah Buku “Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas”

Kamis, 8 Mei 2014, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM serta Yayasan Pustaka Obor Indonesia berkesempatan untuk membedah buku hasil disertasi Doktor bidang Ilmu Politik Universitas Padjajaran dengan judul "Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas". Penelitian dilakukan di 5 kabupaten di Kalimantan Barat yakni Kabupaten Landak, Bengkayang, Sintang, Sanggau, dan Sekadau.

Dalam acara bedah buku ini, Dr. Sri Astuti Buchari, M.Si selaku penulis hadir sebagai pembicara bersama dengan Abdul Gaffar Karim, M.A. (JPP Fisipol UGM), dan Dr. Yanis Musdja (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) sebagai moderator. Selama kurang lebih dua jam, peserta bedah buku diajak untuk melihat realita identitas di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat, yang telah terangkum dalam 224 halaman buku.

Marjinalisasi yang dialami suku Dayak di Kalimantan Barat, bahkan semenjak masa penjajahan Belanda, membuat mereka memiliki ikatan emosional sesama etnis yang tinggi. Perlakuan yang berbeda dalam aspek pembangunan, pendidikan, serta kesehatan membangkitkan semangat putra Dayak untuk memperjuangkan hak-hak dengan cara berkonsolidasi memilih tokoh Dayak demi kesejahteraan masyarakat mereka. Semangat kebangkitan suku Dayak inilah yang melatarbelakangi Dr. Sri Astuti Buchari, M.Si menuliskan buku ini.

Menurut Sri Astuti, etnis Dayak adalah etnis yang pendiam, halus, dan cenderung introvert. Akan tetapi mereka menjadi masyarakat inferior karena dianggap sebagai kuli, pemalas, dan tidak produktif. Mereka cenderung termarjinalkan dan didiskriminasi. Hal ini membuat mereka tidak mendapatkan kesejahteraan yang layak. Meski demikian, ikatan emosional di antara mereka semakin erat dan kuat. Ikatan komunal Dayak yang erat dibuktikan dengan munculnya identitas kelompok di mana Dayak mengasosiasikan diri dengan agama Kristiani. Apabila anggota kelompok mereka memeluk agama Islam, dia tidak lagi dianggap sebagai bagian dari etnis Dayak.

Politik identitas muncul sebagai cara bagi masyarakat Dayak untuk mencapai kesejahteraan tersebut. Politik identitas mengacu pada tindakan politik yang mengedepankan kesamaan identitas atau karakteristik yang berbasis pada ras, etnis, jender, atau agama. Dalam kasus ini, masyarakat Dayak berkonsolidasi untuk memilih dan memenangkan tokoh Dayak untuk memimpin sebagai Gubernur pada Pilkada Gubernur Kalimantan Barat tahun 2007.

Sri Astuti juga mengatakan bahwa politik identitas adalah penting dilakukan di tempat tertentu dalam konteks memperjuangkan hak dan kesejahteraan masyarakat, asalkan mereka tidak menjadi etnosentrisme. Adanya demokrasi dan desentralisasi di era reformasi ini juga membuka kesempatan bagi tokoh Dayak karena orang lokal-lah yang memahami kebutuhan masyarakatnya sendiri.

Abdul Gaffar Karim menambahkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang memiliki masalah identitas sejak dulu mengingat keberagaman Indonesia yang sangat majemuk. Batas alamiah dari politik identitas adalah masalah kesejahteraan. Menurut beliau, isu identitas tidak akan muncul apabila tidak ada marjinalisasi terhadap identitas tertentu. Ekspresi identitas dapat dilakukan selama mengedepankan equality dan tidak mengganggu ekspresi identitas yang lain.

Jadi, bisa dikatakan bahwa buku ini sangat menarik karena mencoba menjelaskan problematika identitas di Indonesia.

Poster bedah buku Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas

Kontributor: Cahya

Peluncuran dan Bedah Buku Kumpulan Cerpen Kampung UGM “Melukis Surga”

Perpustakaan UGM, Kamis 3 April 2014. Universitas Gadjah Mada telah melahirkan nama-nama besar di dunia ilmu sain dan humaniora, sastra termasuk di dalamnya. Bergabung dalam akun Facebook “Kampung UGM”, alumni universitas kerakyatan ini menyumbang dunia sastra dengan sebuah Buku Kumpulan Cerpen "Melukis Surga", Kamis, 3 April 2014. Buku ini dibedah oleh Prof. Faruk HT., Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM, dibarengi dengan pembacaan cerpen oleh Ikun SK dan musikalisasi puisi oleh Erlina Rakhmawati di Perpustakaan Universitas Gadjah Mada.

Prof. Faruk HT memberikan catatan atas buku Kumpulan Cerpen “Melukis Surga” sebagai seni dan ilmu pengetahuan. Masyarakat akademik hidup dan bekerja di dunia yang tidak murni akademik dan abstrak, karena seorang akademisi juga adalah makhluk sosial dan historis yang terikat oleh ruang dan waktu. Seorang akademisi mestinya mampu hidup dalam dua dunia agar kegiatan akademiknya tidaklah formalistik dan kehilangan nilai aksiologisnya. Tantangan untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah, perlu pikiran positif dan negatif sekaligus, kritis terhadap tatanan kehidupan.

Salah satu cerpen yang judulnya dijadikan sebagai judul buku “melukis surga” ini menurut Prof. Faruk merupakan cerita tentang pengalaman tertentu oleh seorang tokoh dalam ruang dan waktu tertentu, pengalaman seorang anak perempuan usia play group bernama Maria, yang sangat ingin bertemu surga. Pengalaman Maria ini bukanlah semata-mata pengalaman seorang individu, namun juga generalisasi dari pengalaman serupa, yaitu generalitas sosial-historis, generalitas yang ilmiah, dan gagasan atau kepercayaan akan Tuhan yang dikesankan lintas agama.

Buku "Melukis Surga" adalah kumpulan cerpen perdana yang ditulis, dicetak serta diterbitkan oleh warga kampung UGM yaitu Dewi Kharisma Michellia (alumnus Sekolah Vokasi UGM), Ramayda Akmal (alumnus Fakultas Ilmu Budaya ), S. Banu Ardi (alumnus Fakultas Psikologi), Han Gagas, Bung Yanto, Micha Adiatma, Nugroho Dewayanto, Sungging Rangga, Mochammad Walid, dan 15 penulis lainnya. Kumpulan cerpen ini dihadirkan di kampus untuk menghidupkan spirit bersastra yang mulai meredup.