Pos oleh :

admin

Perpustakaan TUTUP dalam rangka Peringatan Isra’ Miraj

libur isra' mi'raj

Mengenali Westlaw Next sebagai Online Database Ilmu Hukum

Pada hari Selasa, 20 Maret 2018 Perpustakaan UGM mengadakan Workshop penggunaan Westlaw sebagai online database bersama Barata, perwakilan dari Thomson Reuters Indonesia. Workshop kali ini berisi tutorial penggunaan Westlaw sebagai referensi menulis artikel ilmiah dengan subyek khusus yaitu ilmu Hukum.

Terkait dengan sistem hukum di Indonesia yang menganut Sistem Hukum "Civil Law", dan sebagian hukum perdata yang menerapkan "Common Law", Database Westlaw ini memberikan kontribusi setidaknya 20% bagi Civil Law, dan 80% hukum internasional. Untuk itu, menurut Barata, saat ini ada upaya untuk memperkuat konten tentang Hukum di Indonesia, terutama pada studi kasus sebagai upaya peningkatan layanan Westlaw bagi pengguna database di Indonesia.

Westlaw sendiri merupakan online database yang menyediakan 19.900 legal databases, antara lain Federal and Statute case law, Practice area, Review article, World Journals, e-book, Legal Encyclopedias, Dictionary (dalam laman Westlaw dinamakan Black’s Law), Sample agreement dan Intellectual Property (IP). Westlaw menyediakan database dari tahun 1790 hingga sekarang. Selain referensi berupa jurnal dan buku elektronik, Westlaw juga menyediakan koran elektronik, majalah elektronik dan publikasi bisnis dan industry. Pada laman Westlaw, pengguna juga bisa menemukan International Jurisdictions. Semua database ini tersedia berupa fulltext yang bisa diunduh oleh pengguna yang sudah melanggan Westlaw.

Database yang disediakan Westlaw bisa diakses melalui laman www.westlawnext.com. Dalam laman tersebut terdapat fitur WestSearch yang merupakan search engine yang didesain khusus untuk pencarian akurat berbagai database dari Westlaw. Dalam menggunakan Westlaw sebagai sumber refererensi, pengguna dipermudah dengan fitur "copy with reference". Fitur ini muncul secara otomatis ketika pengguna melakukan "block" pada sebagian teks di artikel yang terpilih. Dengan memilih fitur ini, pengguna juga ditawarkan dengan beberapa standard referensi. [Penulis: Ge Tilotama, Nur Cahyati]

Database aggregator EBSCO merambah channel Youtube di EBSCO Help

Database aggregator berbeda dengan publisher (penerbit), keduanya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing” papar Erick Junikon yang merupakan field respresentative dari EBSCO dalam kegiatan Workshop Digital Resources oleh Tim EBSCO. Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis, 15 Maret 2018 di Ruang Seminar Lt 2 Gedung L1 Perpustakaan UGM.

Lebih lanjut, Erik Junikon memaparkan bahwa Database aggregator sendiri adalah secondary distributor, di mana mereka hanya melisensi konten-konten dari berbagai penerbit dan tidak menerbitkan jurnal sendiri. Kelebihan aggregator ialah di mana konten yang mereka miliki lebih banyak dan bervariasi karena mereka memiliki akses untuk melisensi dari banyak penerbit. Sedangkan suatu penerbit, hanya menghadirkan artikel yang mereka terbitkan sendiri sehingga jumlah dan topiknya akan lebih terbatas. Kelemahan yang ada pada database aggregator ialah dimana mereka bisa saja terkena embargo dari penerbit utama sehingga artikel atau jurnal yang diakses tidak bisa dilihat secara full text.

Universitas Gadjah Mada, melalui Perpustakaan UGM sendiri, melanggan beberapa database aggregrator, yaitu EBSCO, ProQuest dan Gale. Demikian informasi yang disampaikan oleh Nawang Purwanti selaku Kepala Perpustakaan UGM, saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara Workshop hari ke-7 dari 10 hari yang diancangkan. Database aggregator memberikan banyak pilihan jurnal yang bervariasi, sehingga cocok untuk memfasilitasi keperluan artikel bagi civitas academica UGM yang menekuni berbagai disiplin ilmu. Perpustakaan UGM memilih 3 database yaitu academic search complete, business source complete dan EBSCO e-book.

Workshop ini disajikan dalam format presentasi dan praktik akses, serta diselingi dengan informasi tentang cara mengirimkan artikel jurnal ke berbagai penerbit yang diindeks oleh EBSCO. Pada bagian akhir workshop, Erik mengadakan live demo tutorial bagaimana log ini dan mengakses artikel maupun jurnal yang ada di dalam EBSCO. Jika masih ada yang memiliki kesulitan dalam mengakses dan menggunakan EBSCO panduan lengkap bisa dilihat pada channel Youtube di EBSCO Help. Harapannya melalui sesi ini para pengguna akan lebih mudah untuk mengakses layanan yang sudah disediakan oleh EBSCO sebagai database aggregator. [Penulis: Fadhilla, Nur Cahyati Wahyuni]

Kenali Informasi Penting di Internet: Digital Object Identifier, Journal Suggestion, dan Jurnal Predator

Masih dalam rangkaian acara Workshop Series on Digital Resources, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu, 14 Maret 2018 mengadakan workshop penggunaan jurnal elektronik dari IGroup, khususnya dalam memanfaatkan fitur dalam database online untuk mempermudah akademisi dalam menuliskan artikel ilmiahnya.

Ririana, perwakilan dari IGroup memberikan setidaknya tiga informasi yang di dalamnya berisi tips yang memudahkan pekerjaan penulis dalam mengirim naskah artikel ilmiah. Informasi tersebut antara lain kegunaan Digital Object Identifier (DOI), laman yang memudahkan penulis untuk memilih jurnal yang tepat untuk naskah artikel yang telah ditulis, dan yang terakhir adalah saran laman yang bisa membantu mengidentifikasi jurnal predator.

Pertama, Ririana melemparkan topik mengenai kegunaan DOI. Ia memudahkan penjelasannya dengan suatu contoh kasus, "Ketika artikel terbit di bulan Mei 2018, sedangkan sekarang baru bulan Maret (dan sudah ada versi onlinenya-red). Lalu apakah kita bisa mencantumkannya ke dalam referensi artikel kita? Tentu saja bisa jika artikel tersebut memiliki DOI". Menurut Riri, biasa beliau dipanggil, DOI menunjukkan bahwa artikel tersebut born digitally, belum ada versi print-nya, namun ada versi digitalnya. Dengan kata lain, DOI merupakan penanda suatu artikel yang diterbitkan secara digital, dan artikel tersebut bisa dicantumkan dalam referensi artikel ilmiah.

Hal kedua yang bisa dimanfaatkan secara online adalah ketika penulis menginginkan saran jurnal yang tepat untuk mengirim naskah artikel ilmiahnya. Ririana menunjukkan bahwa Springer memiliki fitur "Journal Suggestion" yang bisa diakses di journalsuggestion.springer.com. Hal ini bisa dilakukan dengan input judul, lalu masukkan satu paragraf isi naskah artikel penulis di bagian "manuscript text", lengkapi di bagian "refind your recommendation", lalu klik "suggest journal"

Tips yang terakhir dari Ririana yaitu penting untuk mewaspadai jurnal predator. Caranya, penulis bisa memanfaatkan salah satu laman di internet, thinkchecksubmit.org. Laman Web ini mampu membantu pengguna untuk mendeteksi jurnal predator dengan menyediakan daftar pertanyaan di bagian "check" yang keseluruhannya harus dijawab "yes" jika jurnal tersebut bukan jurnal predator.

Peserta menambahkan bahwa laman Beall’s List juga bisa digunakan untuk menambah informasi untuk mendeteksi jurnal predator. Ririana membenarkan hal tersebut, lalu menjelaskan bahwa laman-laman ini bukan suatu keharusan, namun merupakan laman penting yang membantu kita untuk mendeteksi jurnal predator. [Penulis: Ge Tilotama, Nur Cahyati]

Co-Working Space: Tantangan Baru Perpustakaan Kekinian

"Co-working space, merupakan satu alternatif bagi perpustakaan untuk berdamai dengan teknologi yang mempengaruhi gaya hidup kekinian mahasiswa saat ini." Demikian disampaikan oleh Andang Ashari, ST., M.M, Director BPM & Global Business PT Infomedia Nusantara pada acara Seminar Nasional Perpustakaan UGM bertajuk "Perpustakaan di Era Pasca Disrupsi" yang diadakan di Ruang Seminar Perpustakaan UGM, Selasa 13 Maret 2018.

Ketiga pembicara pada seminar kali ini, Andang Ashari, Neila Ramdhani, dan Ida Fajar priyanto memiliki kata kunci yang sama yaitu teknologi. Teknologinya yang mempengaruhi perilaku dan menciptakan perubahan pada gaya hidup secara umum, dan gaya belajar. "Values, attitudes, dan choices adalah tiga hal yang menentukan perilaku," papar Dr. Neila Ramdhani (Dosen Psikologi UGM). Perilaku konsumen Perpustakaan, yaitu civitas academica dan masyarakat umum, yang mesti diperhatikan oleh Perpustakaan, bagaimana supaya perpustakaan sesuai dengan selera kekinian, sehingga konsumen tetap memerlukan jasa perpustakaan.

Tidak hanya itu, Drs. Ida Fajar Priyanto, M.A., Ph. D. (Staf Ahli Perpustakaan UGM) menyatakan bahwa perpustakaan mesti didesain, dikelola dengan cara baru, sesuai dengan cara teknologi informasi itu bekerja, serta cara konsumennya berperilaku. Pengajar di Sekolah Pascasarjana UGM ini menggunakan Kerangka Eksponensial untuk menjelaskan tahapan digitalisasi ini, yaitu Deceptive, Disruptive, Dematerialize, Demonetize, Democratize. Perpustakaan sudah mengalami seluruh tahapan tersebut, sehingga perubahan dunia analog menjadi digital yang mengubah tata kelola informasi dan orangnya telah menjadi kondisi normal baru.

Saran terbaik dari Andang, The Best CMO Digital Branding & Marketing Initiative on 5th BUMN Branding & Marketing Award Tahun 2017, yaitu Perpustakaan untuk memperkuat diri dengan pencitraan baru sebagai Co-Working Space. Lima kata kunci yang wajib dikembangkan adalah Collection, Connection, Collaboration, Coffee, dan Community.

Dalam sambutan dan pembukaan seminar ini, Nawang Purwanti menyatakan bahwa Era Disrupsi Teknologi bagi perpustakaan sudah dimulai dan mendekati era baru, yaitu New Normal era. Artinya, perpustakaan sudah berdamai dengan teknologi dan gaya hidup kekinian para penggunanya, untuk mencapai keseimbangan baru agar tidak tergerus zaman. Penciptaan Information Commons, Co-working Space, Remote Access bagi sumber informasi di Perpustakaan, merupakan bentuk nyatanya. Remote access atau akses perpustakaan dari luar kampus, menjadi jalan agar civitas academica dan publik, tetap berkunjung ke Perpustakaan versi Virtual untuk mengimbangi akses fisik. [Penulis: Nur Cahyati Wahyuni, Fadhilla]

Ukur Kualitas Artikel dengan Pilih Jurnal dengan Impact Factor Tinggi

"Ada beberapa tipe database, yang pertama adalah Science Direct, ini merupakan database termahal, dibuat oleh perusahaan Belanda yang biaya langganannya per tahun mencapai 4 Miliar rupiah. Tipe kedua adalah aggregator database yang mengumpulkan database dari seluruh dunia, menjadikan satu database, dibuat abstraknya, lalu dipilah per bidang ilmu, itulah yang dilanggan oleh perguruan tinggi, sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi yang bersangkutan. Tipe ketiga adalah publisher database, tipe ini hanya menerbitkan dari merknya sendiri. Tipe keempat adalah open access database, untuk tipe ini kita perlu hati-hati untuk membedakan mana yang murni open access dan mana yang jurnal predator," papar Dwi Janto Suandaru ( PT Jasaraya Tama) dalam workshop database ProQuest dan IEEE.yang digelar pada hari Senin, 12 Maret 2018 di ruang seminar Perpustakaan Pusat UGM. Workshop yang merupakan bagian dari rangkaian acara Workshop Series ini fokus pada database

Secara khusus, Janto memberi contoh untuk dua tipe database, yaitu Aggregator database dan Publisher Database. ProQuest merupakan salah satu contoh dari jurnal Aggregator. ProQuest sendiri terdiri dari beberapa kategori, diantaranya adalah Research Library, ABI/Inform Global dan Digital Dissertations & Theses Full Text Database (PQDT Fulltext) yang memiliki koleksi terlengkap, yaitu mencapai angka 3,1 juta disertasi dan tesis dari seluruh dunia. Sedangkan untuk jurnal tipe Publisher Database, terdapat IEEE yang merupakan database utama di bidang ilmu Teknik Elektro. Database ini tidak hanya menyediakan jurnal, namun juga hasil proceeding dari konferensi internasional.

Selain menjelaskan tipe-tipe jurnal, Janto juga memberikan tips terkait menulis artikel. Tahap pertama adalah kita perlu memilih topik yang unik dan tidak umum, lalu menuliskannya dengan bahasa yang baik serta abstrak yang berkualitas, karena abstrak inilah yang pertama kali dibaca oleh reviewer. Penulis juga perlu menuliskan posisi artikel pada bagian introduction dengan jelas. Untuk kualitas tulisan yang baik, maka penulis juga perlu rajin mendiskusikan materi dengan orang-orang yang memiliki konsentrasi studi yang sama dengannya. Janto juga mengingatkan, untuk menghindari self plagiarism maka hindari untuk mengirimkan naskah artikel ke beberapa jurnal dalam waktu yang bersamaan.

Tips berikutnya yaitu perhatikan selalu impact factor dari jurnal yang dipilih. Ada baiknya penulis mengumpulkan ke jurnal ber-impact factor tinggi terlebih dahulu. Kalau pun mengalami penolakan setelah tahap review, artikel tersebut bisa direvisi dan dimasukkan ke jurnal yang yang berimpact factor lebih rendah dari jurnal sebelumnya, biasanya di tahap yang kedua ini artikel akan lebih mudah diterima. Selain itu, perlu berhati-hati juga dengan jurnal predator yang akan merugikan penulis yang ingin menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Janto menambahkan, perlu berhati-hati dalam memilih open access database. Untuk open access, ada dua tipe. Tipe yang pertama adalah yang dalam mengumpulkan dan mengunduh artikel tidak dipungut biaya, ini yang merupakan murni open access. Sedangkan, kita perlu hati-hati ketika membayar untuk memasukkan artikel, namun pengguna bisa mendownload artikel dengan gratis. Tipe kedua ini lah yang disebut jurnal predator dan perlu dihindari. [Penulis: Ge Tilotama, Nur Cahyati Wahyuni]

Tips and tricks Meraih Approval Penerbit

Aims and Scope adalah salah satu point yang sangat penting diperhatikan ketika kita akan publish sebuah artikel” papar Ardy Chandra, Journalist Sales Executive dari Taylor & Francis Group. Beliau merupakan salah satu narasumber dalam rangkaian acara Workshop Series on Digital Resources Perpustakaan UGM. Kegiatan ini dilakukan pada hari Kamis, 8 Maret 2018 di Ruang Seminar Lt.2 Gedung L1 Perpustakaan UGM.

lebih lanjut

Perbanyak Membaca sebelum Publikasikan Artikel di Jurnal Internasional

Suatu hasil riset belum menjadi public knowledge jika belum dipublikasikan,” demikian tutur Miyoto, perwakilan dari Ebsco dan Cambridge University Press dalam sambutannya di acara workshop How to Publish in International Journals pada hari Rabu, 7 Maret 2018 di Ruang Seminar Perpustakaan UGM. Acara ini diselenggarakan oleh Perpustakaan UGM dalam rangka peringatan 67 Tahun Perpustakaan UGM yang mengusung tema “Perpustakaan dan New Normal Era”. Ia juga mengatakan betapa pentingnya publikasi jurnal internasional dalam meningkatkan penjaminan mutu perguruan tinggi, bersamaan dengan riset, sitasi, inovasi dan invensi.

lebih lanjut

Meraih Cinta Civitas Academica di Era Normal Baru, Perpustakaan Goes Digital

Seiring dengan bertambahnya populasi generasi millennial yang memanfaatkan layanan perpustakaan dan kemudahan akses yang diperoleh terhadap koleksi dalam format digital telah mengubah pola pemanfaatan sumber daya informasi yang disediakan oleh perpustakaan,” papar Dra. Nawang Purwanti, M. Lib. dalam acara Penyampaian Laporan Tahun 2017 Perpustakaan UGM yang mengusung tema “Perpustakaan dan New Normal Era” pada hari Kamis, 1 Maret 2018. Hal tersebut disampaikan untuk menanggapi Tren pemanfaatan e-book di Perpustakaan UGM yang terus mengalami peningkatan, di samping tren angka peminjaman koleksi cetak yang mengalami pasang surut.

Adanya perubahan tren tersebut mendorong perpustakaan untuk terus meningkatkan kualitas layanannya. Salah satu bidang yang penting dalam merespon perubahan kebutuhan informasi adalah bidang basis data dan jaringan. Untuk meningkatkan kinerja di bidang database dan jaringan, Nawang menjelaskan terdapat pengembangan aplikasi dan sistem informasi tahun 2017, meliputi pengembangan aplikasi Tesis/Disertasi Elektronik dan penyelesaian migrasi data repositori, serta perubahan template laman web perpustakaan sesuai dengan arahan dan kebijakan yang berlaku di UGM.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Safirotu Khoir, Ph.D dalam pidato ilmiahnya yang bertajuk “The Need to Change: Perilaku dan Manajemen Informasi dalam Era Normal Baru”. “Saat ini orang cenderung lebih senang membaca informasi yang dapat dengan mudah dibawa atau disimpan dalam ponsel, juga tidak terlalu suka membawa beban berat dalam bentuk buku cetak.” Ia menambahkan bahwa situasi berubah dalam kurun waktu tiga dasa warsa terakhir dan menjadi situasi normal yang baru, sehingga perubahan ini adalah normal dan tidak lagi menjadi sesuatu yang menggemparkan. Fenomena ini sudah menjadi bagian hidup setelah disrupsi. Untuk itu, perpustakaan perlu melakukan berbagai perubahan yaitu resources, spaces, dan sumber daya manusia, serta lebih jeli dalam penyusunan rencana strategis untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan di setiap bidang pengajaran dan penelitian, posisi historis, serta visi dan misi sebagai universitas kelas dunia.

Untuk mencapai keseimbangan baru dalam era normal baru ini, perpustakaan UGM memberikan perhatian terhadap aspirasi dari pemustaka, baik itu mahasiswa, dosen, staf, dan masyarakat umum guna meningkatkan performa menuju Perpustakaan yang bernuansa Kekinian. Nawang menjelaskan, ada tiga media yang digunakan, yaitu dengan aplikasi SIAP (Sistem Informasi Aspirasi Publik), survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), dan melalui komentar masyarakat yang disampaikan melalui Google Reviews. Selain itu, perpustakaan juga mendekatkan diri dengan mahasiswa melalui program mahasiswa paruh waktu untuk memahami perubahan kebutuhan dan perilaku penggunaan informasi generasi millennial saat ini.

Umpan balik dari pemustaka sangat penting sebagai masukan bagi perpustakaan untuk melakukan tindak lanjut dengan mengadakan perbaikan aspek yang kinerjanya belum memenuhi harapan pemustaka. Untuk itu perpustakaan pun secara berkala memberikan apresiasi kepada pemustaka yang paling aktif menggunakan layanan perpustakaan. Hari ini tiga penghargaan diberikan kepada tiga pemustaka aktif, yaitu Sdr. Suwarno, mahasiswa Prodi S3 Sejarah yang meminjam buku terbanyak, sejumlah 248 sepanjang tahun 2017. Untuk pemustaka yang paling sering berkunjung secara fisik ke Perpustakaan di tahun 2017 adalah Sdr. Muhammad Abeng, mahasiswa Prodi S1 Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang berkunjung sebanyak 202 kali. Sementara untuk pengunjung virtual melalui ezproxy database yang dilanggan oleh Perpustakaan adalah Sdr. Adri Warsena, mahasiswa Prodi S2 Magister Manajemen yang mengakses sebanyak 160.135 kali.

Perpustakaan makin berbenah diri, menyeimbangkan antara fasilitas fisik dan virtual, informasi analog dan digital, agar makin dicinta pemustakanya di Era Normal Baru ini.(cahya)

Meningkatkan Kemampuan Branding Diri dalam Menghadapi New Normal Era

Bagaimana sebenarnya new normal era itu? Yang jelas di sini semuanya serba crowded dan tergesa-gesa. Namun, di samping itu kita juga perlu melakukan branding diri melalui portofolio?,” tutur Dra. Nawang Purwanti, M. Lib dalam sambutannya untuk membuka acara Talkshow bertajuk “Peluang dan Strategi Menghadapi Dunia Kerja di New Normal Era”. Talkshow yang merupakan rangkaian acara Dies Perpustakaan UGM ke-67 dengan mengusung tema “Perpustakaan dan New Normal Era” ini diselenggarakan pada hari Selasa, 27 Februari 2018 di Gedung Perpustakaan Pusat UGM.

Lebih lanjut, moderator dalam acara ini, Wahyu Supriyanto, S.E., M.Si menjelaskan bahwa New Normal Era adalah suatu keadaan atau fenomena yang tidak lazim, namun saat ini kita bisa melihatnya sebagai suatu kewajaran yang kita hadapi sehari-hari dengan hadirnya teknologi informasi. Dengan keadaan seperti ini tentunya mendorong adanya munculnya bisnis baru yang lebih inovatif serta berdampak pada perubahan yang meluas.

Tidak jauh dari new normal era, T. Novi Poespita Candra, M.Si., Psi, salah satu pembicara yang merupakan dosen Psikologi UGM juga menjelaskan mengenai Revolusi Industri 4.0. Berbeda dengan revolusi industri sebelumnya yang dipengaruhi oleh masuknya Teknologi Informasi, Revolusi Industri kali ini melahirkan keadaan yang jauh lebih kompleks. Pada Revolusi Teknologi 4.0 yang dicirikan dengan disrupsi teknologi berpengaruh pada perubahan jenis pekerjaan dan juga kemampuan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.

Saat ini eranya kompetensi, dan kompetensi hanya bisa didapat dari pengalaman langsung, bukan hanya dengan belajar di dalam kelas,” tutur dosen yang kerap disapa Novi. Menurutnya, untuk siap menghadapi dunia kerja di masa sekarang, dibutuhkan keterampilan yang unik serta kecakapan di bidang teknologi. Penting juga untuk menambah pengalaman dengan mencoba banyak hal. Dengan ini kita bisa mengenali kemampuan diri. “If you never try everything, you can’t choose one thing,” tambahnya.

Branding diri, ini adalah cara ampuh dalam menghadapi new normal era yang serba cepat dan dinamis seharusnya mendorong kita agar mampu mempersiapkan diri di dunia kerja. Kamampuan mengemas rekam jejak ke dalam sebuah portofolio yang menarik merupakan hal yang penting dalam upaya branding diri.

Galuh Setia Winahyu, M.Psi yang merupakan konsultan psikologi di Dharma Setia Consultant memberi tips dalam pembuatan Curriculum Vitae (CV) yang menarik untuk melamar pekerjaan di era yang serba kreatif ini, yang pertama simple namun kaya akan informasi, bisa memberi keterangan apapun mengenai diri sendiri, unik dan bisa mencerminkan kepribadian. “CV tidak perlu panjang-panjang, maksimal dua lembar namun berisi informasi menarik mengenai diri sendiri.”

Agar mampu melakukan branding diri yang baik, Galuh mengatakan penting bagi kita untuk mengenali diri sendiri dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan, apa yang disukai dan tidak sukai, serta pekerjaan apa yang cocok dengan kepribadian dan kemampuan diri.(cahya)