Yogya, 30-11-2015| Akhir bulan Nopember, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan The Asia Foundation Indonesia (TAF) dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menjadi tuan rumah penyelenggaraan diskusi panel yang menghadirkan 50 perwakilan sekolah dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di lingkungan Kota Yogyakarta untuk duduk bersama dan berdiskusi tentang buku, pustakawan, dan literasi informasi.
“Perpustakaan Sekolah perlu mempertimbangkan untuk mengoptimalkan pustakawan sekolah dan staf teknologi informasi dalam mendukung pendidikan dan pengajaran,” demikian Drs. Edy Heri Suasana, M.Pd. mengawali diskusi panel dengan topik ‘Peran Kepala Sekolah dan Tenaga Perpustakaan Sekolah dalam Penerapan Literasi Informasi di Sekolah’. “Pustakawan perlu untuk dapat menemani siswa dan guru dalam pembelajaran, serta menyediakan koleksi yang menarik. Tidak hanya buku ilmiah, namun juga bahan bacaan yang ringan, yang dapat dibaca dalam jangka waktu 10-15 menit di waktu senggang siswa.” Lebih lanjut, Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta ini berharap bahwa pihak manajemen sekolah, mulai mempertimbangkan untuk membuka layanan perpustakaan sekolah, bagi masyarakat sekitar. Hal ini tentunya dilakukan di luar jam sekolah dan perlu perencanaan lebih matang.
Lebih lanjut, Hanna Latuputty (Ketua APISI) meyakinkan pustakawan dan guru untuk menerapkan literasi informasi di sekolah. Hal ini akan membantu proses pemahaman siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat dan beretika dalam pencariannya. Dengan demikian, guru dapat sedikit lega, karena siswa akan memberikan jawaban atas tugas-tugas sekolah dengan referensi yang terpercaya.
Dalam kesempatan yang sama The Asia Foundation menyerahkan buku-buku hibah. Buku-buku tersebut berbahasa Inggris, terdiri dari buku-buku ilmiah dan populer. Melalui hibah buku ini siswa dapat belajar bahasa asing, sekaligus mendapatkan pengetahuan. Metode pemberian buku hibah ini berbeda dari 20 tahun yang lalu. Nawang Purwanti, Kepala Perpustakaan UGM berkisah bahwa di tahun 1990-an, pustakawan diundang ke TAF untuk memilih sendiri buku yang dibutuhkan oleh mahasiswa maupun dosen yang dilayani perpustakaan. “Kami selalu menunggu-nunggu undangan dari TAF. Ada keasyikan tersendiri ketika memilah buku-buku yang tepat dan diinginkan tersedia di TAF.”
Di akhir sesi, perwakilan sekolah mendapatkan beberapa paket buku dari TAF. “Buku tersebut diharapkan dapat memperkaya koleksi perpustakaan dan meluaskan wawasan siswa dan guru, sehingga tercipta Generasi yang Berinformasi,” demikian Aryasatyani Sintadewi dari Program Buku untuk Asia di Indonesia.(Cahya)